Dumai, Indonesia
Halo! Saya Muhammad Ilham, seorang mahasiswa aktif di STIE Kota Dumai jurusan Manajemen (S1) dan saat ini sedang menempuh semester 4. Saya berusia 20 tahun, lahir pada 6 Oktober 2004 di Dumai.
Sebelumnya, saya menempuh pendidikan di SMKN 2 Dumai jurusan Bisnis dan Properti, di mana saya mulai mengenal dasar-dasar dunia bisnis dan manajemen.
Saya bekerja di BPBD Dumai dan pernah menjadi barista. Pengalaman ini mengasah kemampuan komunikasi dan manajemen waktu saya.
Saya suka jalan-jalan untuk menyegarkan pikiran, mengenal tempat dan budaya baru.
Saya sangat menikmati musik dan menonton konser. Musik membantu saya tetap semangat dan rileks.
Jika ingin menghubungi saya secara langsung, silakan klik ikon media sosial di bawah ini:
Ekonomi Indonesia tidak muncul begitu saja seperti sekarang. Ada proses panjang yang dilalui, dipengaruhi politik, sosial, teknologi, hingga dinamika global. Secara garis besar, perjalanan ekonomi Indonesia bisa dibagi ke dalam empat fase besar.
Pada masa kolonial, ekonomi Indonesia diarahkan terutama untuk kepentingan penjajah. Belanda melalui VOC menerapkan sistem monopoli, di mana pedagang lokal dipaksa menjual hasil bumi kepada VOC dengan harga yang dikendalikan. Kemudian, diberlakukan sistem Tanam Paksa atau Cultuurstelsel, yang mewajibkan rakyat menanam tanaman ekspor seperti kopi, tebu, dan nila. Sebagian besar hasilnya diambil pemerintah kolonial.
Setelah sistem ini banyak dikritik, Belanda beralih ke ekonomi liberal kolonial, membuka kesempatan bagi perusahaan swasta Eropa untuk masuk ke perkebunan, pertambangan, dan keuangan. Namun, masyarakat lokal tetap tidak banyak diuntungkan. Pada masa pendudukan Jepang (1942–1945), ekonomi diarahkan penuh untuk kepentingan perang. Produksi pangan menurun drastis, inflasi meroket, dan banyak rakyat dipaksa kerja paksa (romusha).
Karakter fase kolonial: eksploitasi sumber daya, ketimpangan tajam, serta orientasi produksi untuk ekspor.
Setelah merdeka, Indonesia menghadapi tantangan besar memulihkan ekonomi dan membangun institusi baru di tengah situasi politik yang tidak stabil. Pada masa awal kemerdekaan (1945–1950), infrastruktur banyak yang hancur akibat perang. Inflasi tinggi juga muncul akibat beredarnya banyak jenis mata uang dari peninggalan Jepang dan Belanda.
Pada era Demokrasi Liberal (1950–1959), pemerintah mencoba sistem ekonomi terbuka dengan mendorong perdagangan ekspor-impor serta partisipasi swasta. Namun, ketidakstabilan politik menjadi hambatan. Lalu pada masa Demokrasi Terpimpin (1959–1966), negara mengambil alih peran dominan. Banyak perusahaan asing dinasionalisasi, tetapi kebijakan yang kurang efisien membuat produktivitas rendah dan inflasi melonjak, hingga mencapai kondisi hiperinflasi.
Karakter fase Orde Lama: peran negara sangat dominan, ekonomi penuh ketidakpastian, dan inflasi yang berat.
Pemerintahan Orde Baru muncul dengan fokus pada stabilisasi ekonomi. Pada awal masa ini (1966–1970), inflasi ditekan, rupiah distabilkan, dan kebijakan ekonomi dibenahi. Kemudian pemerintah meluncurkan program pembangunan jangka panjang lewat Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), yang menekankan pembangunan infrastruktur, pertanian, dan industri.
Indonesia juga mulai melakukan diversifikasi ekonomi agar tidak terlalu bergantung pada minyak dan gas. Namun, pada 1997–1998, krisis moneter melanda Asia dan Indonesia terkena dampak paling parah. Nilai rupiah anjlok, banyak bank bangkrut, dan kepercayaan investor hilang. Krisis ini menjadi titik balik yang mengguncang ekonomi sekaligus menumbangkan Orde Baru.
Karakter fase Orde Baru: pertumbuhan tinggi, kebijakan pembangunan top-down, tetapi rentan terhadap guncangan global.
Setelah reformasi, ekonomi Indonesia dibangun dengan aturan baru yang lebih terbuka. Pada periode awal (1998–2004), pemerintah mereformasi sektor perbankan, membuka peluang lebih besar untuk investasi asing, serta memperbaiki sistem keuangan. Selanjutnya, pada 2004–2014, stabilitas makro lebih terjaga, inflasi terkendali, dan pertumbuhan stabil di kisaran 5–6%.
Sejak 2014, pembangunan infrastruktur besar-besaran digencarkan, sementara ekonomi digital tumbuh pesat. Startup, fintech, dan e-commerce menjadi fenomena baru. Pandemi COVID-19 (2020–2022) sempat menekan ekonomi hingga kontraksi, tetapi dengan stimulus dan adaptasi, ekonomi perlahan pulih.
Saat ini, Indonesia fokus menuju ekonomi hijau dan digital, dengan mendorong transisi energi bersih, hilirisasi industri mineral, serta percepatan digitalisasi.
Karakter fase Reformasi hingga kini: fleksibilitas tinggi, didorong inovasi dan teknologi, serta menghadapi tantangan global dan keadilan sosial.